Sekarang kita pelajari, cara melakukan tasyahud terutama posisi tangan dan jari, lalu cara berisyarat dengan jari telunjuk dan jari lainnya. Pembahasan Bulughul Maram kali ini penting sekali agar shalat kita sesuai dengan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Bulughul Maram karya Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani
Kitab Shalat
بَابُ صِفَةِ الصَّلاَةِ
Tangan dan Jari Saat Tasyahud
Hadits #313
ـ عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إذَا قَعَدَ لِلتَّشَهُّدِ وَضَعَ يَدَهُ الْيُسْرَى عَلَى رُكْبَتِهِ الْيُسْرَى، وَالْيُمْنَى عَلَى الْيُمْنَى وَعَقَدَ ثَلاَثَةً وَخَمْسِيْنَ، وَأَشَارَ بِإصْبَعِهِ السَّبَّابَةِ. رَوَاهُ مُسْلمٌ.
وَفي رِوَايَةٍ لَهُ: وَقَبَضَ أَصَابِعَهُ كُلَّهَا، وأَشَارَ بِالّتِي تَلِي الإبْهَامَ.
Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila duduk untuk tasyahud, beliau meletakkan tangannya yang kiri di atas lututnya yang kiri dan tangannya yang kanan di atas lututnya yang kanan, beliau membuat genggaman lima puluh tiga, dan beliau menunjuk dengan jari telunjuknya. (Diriwayatkan oleh Muslim)
Dalam suatu riwayat Muslim yang lain disebutkan, “Beliau menggenggam seluruh jari-jarinya dan menunjuk dengan jari yang ada di sebelah ibu jari.” [HR. Muslim, no. 680, 115, 116]
Faedah hadits
- “Beliau membuat genggaman lima puluh tiga, dan beliau menunjuk dengan jari telunjuknya”, yang dimaksud “genggaman lima puluh tiga” adalah menggenggam jari kelingking dan jari manis pada bagian telapak, lalu membentuk lingkaran antara jari tengah dan jari jempol. Tiga itu dibentuk dengan lingkaran jari tengah dan jempol. Sedangkan lima puluh dibentuk dengan digenggamnya jari kelingking dan jari manis. Itulah cara hisabiyah (perhitungan) menurut orang Arab untuk menyebut genggaman lima puluh tiga. Lalu berisyarat dengan jari sabbaabah (jari telunjuk, yang berada di samping jari jempol) ketika menyebut laa ilaha illallah, sebagai isyarat tauhid. Demikian dijelaskan oleh Syaikh ‘Abdullah Al-Fauzan dalam Minhah Al-‘Allam fii Syarh Bulugh Al-Maram, 3:147-148. Adapun Syaikh Muhammad Musthafa Az-Zuhailiy dalam Fiqh Bulugh Al-Maram (1:504) menjelaskan mengenai bentuk genggaman lima puluh tiga adalah jari jempol berada lurus di bawah jari telunjuk, lalu jari telunjuk memberikan isyarat, sedangkan tiga jari lain (jari kelingking, jari manis, dan jari tengah) digenggam. Adapun kalimat “beliau menggenggam seluruh jari-jarinya dan menunjuk dengan jari yang ada di sebelah ibu jari” adalah empat jari (jari kelingking, jari manis, jari tengah, dan jari jempol) digenggam lalu jari telunjuk memberi isyarat.
- Hadits ini menerangkan mengenai keadaan tangan saat duduk tasyahud, di mana orang yang shalat meletakkan telapak tangan kanan pada paha yang kanan dan telapak tangan kiri pada paha yang kiri. Adapun keadaan jari terdapat dua keadaan sebagaimana disebutkan dalam hadits Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma:
(a) menggenggam jari kelingking dan jari manis, lalu jari tengah dan jari jempol membentuk lingkaran, lalu jari telunjuk berisyarat dan berdoa dengannya;
(b) menggenggam jari kelingking, jari manis, dan jari tengah, lalu jari jempol digenggam (bersama tiga jari sebelumnya), lalu jari telunjuk berisyarat dan berdoa dengannya.
Adapun jari tangan kiri dibentangkan dalam keadaan rapat, tidak renggang, lalu dihadapkan ke arah kiblat. Jari tangan kiri diletakkan di atas lutut kiri atau di lutut, agar tangan kiri tidak melakukan ‘abats (suatu hal yang sia-sia).
Baca juga: Cara Menggenggam Jari Saat Tasyahud
- Hikmah jari telunjuk memberi isyarat adalah untuk menunjukkan tauhid atau keesaan Allah dengan ucapan, perbuatan, dan keyakinan.
- Apakah jari telunjuk digerak-gerakkan? Ada hadits dari Wail bin Hujr yang menyebutkan hal ini. Namun, Zaidah bin Qudamah bersendirian dalam hal ini yang menyebutkan bahwa jari telunjuk digerak-gerakkan. Ada ulama yang menerima tambahan ini karena berasal dari perawi yang ‘adel, seorang penghafal, mutqin, dan dhabith (kuat hafalannya). Ada ulama juga yang menolak tambahan ini karena alasan ia menyelisihi riwayat yang banyak yang tidak menyebutkan jari itu digerak-gerakkan, sehingga riwayat tambahan itu dianggap wahm (termasuk riwayat yang lemah).
- Yang dibahas dalam hadits Ibnu ‘Umar adalah duduk tasyahud yaitu tasyahud awal dan akhir.
- Yang berisyarat adalah jari telunjuk, bukan jari yang lain. Seandainya jari telunjuk terpotong atau sedang dalam keadaan sakit, maka tidak berisyarat dengan jari tangan kanan yang lain atau isyarat dengan jari tangan kiri. Demikian keterangan dari Syaikh Muhammad Musthafa Az-Zuhaily dalam Fiqh Bulugh Al-Maram, 1:505.
- Duduk selain tasyahud awal dan akhir tidak ada isyarat dengan jari telunjuk.
- Disunnahkan agar pandangan tidak lewat dari isyarat jari tadi karena ada hadits sahih yang disebutkan dalam Sunan Abi Daud yang menerangkan hal tersebut.
Catatan: Awal dan Akhir Berisyarat dengan Jari Telunjuk
Imam Syafii menegaskan bahwa berisyarat dengan jari telunjuk dihukumi sunnah sebagaimana didukung dari berbagai hadits. Lihat Al-Majmu’, 3:301.
Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim (5:73-74) berkata, “Berisyarat dengan jari telunjuk dimulai dari ucapan “illallah” dari ucapan syahadat. Berisyarat dilakukan dengan jari tangan kanan, bukan yang lainnya. Jika jari tersebut terpotong atau sakit, maka tidak digunakan jari lain untuk berisyarat, tidak dengan jari tangan kanan yang lain, tidak pula dengan jari tangan kiri. Disunnahkan agar pandangan tidak lewat dari isyarat jari tadi karena ada hadits sahih yang disebutkan dalam Sunan Abi Daud yang menerangkan hal tersebut. Isyarat tersebut dengan mengarah kiblat. Isyarat tersebut untuk menunjukkan tauhid dan ikhlas.”
Dalam Al-Majmu’ (3:301), Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Dari semua ucapan dan sisi pandang tersebut dapat disimpulkan bahwa disunnahkan mengisyaratkan jari telunjuk tangan kanan, lalu mengangkatnya ketika sampai huruf hamzah dari ucapannya (laa ilaaha illalllah) …”
Imam Ar-Ramli Asy-Syafi’i rahimahullah berkata, “Jari telunjuk diangkat saat ucapan “illallah”, yaitu mulai mengangkatnya ketika pengucapan hamzah sebagaimana mengikuti riwayat Imam Muslim dalam masalah tersebut. Hal itu tampak jelas menunjukkan bahwa jari telunjuk tetap diangkat sampai sesaat sebelum berdiri ke rakaat ketiga pada tasyahud awal atau sampai salam pada tasyahud akhir.” (Lihat Nihayah Al-Muhtaj, 1:522).
Baca juga: Kapan Menurunkan Jari Telunjuk Saat Tasyahud?
Referensi
- Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab li Asy-Syairazi. Cetakan kedua, Tahun 1427 H. Imam Yahya bin Syarf An-Nawawi. Tahqiq: Muhammad Najib Al-Muthi’i. Penerbit Daar ‘Alam Al-Kutub.
- Fiqh Bulugh Al-Maram li Bayaan Al-Ahkaam Asy-Syar’iyyah. Cetakan pertama, Tahun 1443 H. Syaikh Prof. Dr. Muhammad Musthafa Az-Zuhaily. Penerbit Maktabah Daar Al-Bayan. 1:504-505.
- Minhah Al-‘Allam fi Syarh Bulugh Al-Maram. Cetakan pertama, Tahun 1432 H. Syaikh ‘Abdullah bin Shalih Al-Fauzan. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. Jilid Ketiga. 3:147-154.
—
Malam Kamis, 23 Rajab 1443 H, 23 Februari 2022
@ Darush Sholihin Panggang Gunungkidul
Artikel Rumaysho.Com